Kurikulum pendidikan berganti lagi menjadi yang terbaru yaitu
Kurikulum 2013. Padahal belum hilang 'gagap' para guru dalam menyusun
kurikulum KTSP yang sulit untuk mereka susun sendiri dan mereka jalankan
di sela-sela aktifitas pengajaran mereka di sekolah. Dalam hal ini konteks dari penulisan saya adalah para guru tingkat Sekolah Dasar.
Pada kurikulum baru tingkat Sekolah Dasar, mata pelajaran IPA dan
IPS ditiadakan namun kontennya di integrasikan (di gabung) dengan
pelajaran lainnya, misalnya pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan
PKn. Tidak terbayang betapa sulitnya bagi guru senior dan guru-guru baru
yang belum banyak pengalaman mengajarnya untuk menggabungkan materi IPA
ke pelajaran Bahasa Indonesia, atau PKn. Kenapa Kemendikbud tidak
menspesifikkan saja pengintegrasian dua pelajaran itu? Misalnya IPA di
integrasikan dengan Matematika dan IPS dengan pelajaran PKn?
Intinya, pengintegrasian konten pelajaran menghendaki penambahan materi. Siapkah para guru? Siapkah para siswa?
Mungkin pak Menteri yang benar-benar sudah siap. ;)
Belum lagi penambahan jumlah jam pelajaran bagi siswa yang mencapai
28-34 jam pelajaran per minggu bagi kelas bawah (Kls 1,2,3) dan 38 jam
pelajaran bagi kelas atas (Kls 4,5,6).
Para pakar pendidikan mungkin luput mempertimbangkan kultur dan
kebiasaan masyarakat daerah (luar Jakarta atau pulau Jawa), dimana anak
anak memiliki kebiasaan untuk membantu orang tuanya dalam keluarga;
mulai dari membantu pekerjaan di rumah, menunggui adik, dsb. Saya rasa
mereka terlalu fokus dengan pendidikan yang dekat saja, yang mereka
jadikan sebagai pembanding dan tolak ukur, yaitu di kota kota besar saja
seperti Jakarta.
Masalah lainnya adalah transportasi dan jarak sekolah di daerah yang
tidak sebaik di kota kota besar. Ditambah lagi dengan masalah jika
siswa kesulitan pulang apabila jam sekolah bertambah siang atau sore,
siapa yang akan bertanggung jawab?
Sekali-kali para pakar pendidikan itu sebaiknya turun ke daerah, ke
pelosok negeri ini agar tahu lebih dalam sisi dunia pendidikan di tanah
air.
Dan siapa yang bisa menjamin kurikulum baru 2013 tidak akan
memberatkan siswa dan guru? Jangan-jangan nanti akan mengganggu sistem
pendidikan nasional dalam hal standar kelulusan siswa karena SDM guru
yang tidak siap menerima perubahan-perubahan yang begitu cepat dalam
kurikulum pendidikan?
Atau jangan jangan kurikulum 2013 nantinya bernasib sama seperti
RSBI yang akhirnya dibubarkan terkena judicial review karena tidak
sesuai dengan amanat UU, dan semua usaha dan tenaga orang orang yang
terlibat akan menjadi sia-sia?
(FR).
*dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar